Seseorang bicara padaku tentang kehidupan:
Ada saatnya kita tertawa. Ada saatnya kita ditertawakan. Dan ada saatnya pula untuk kita menertawakan.
Dalam
tiga tawa itu, entah aku sudah melewati tawa yang mana saja. Aku merasa sering
sekali tertawa pada banyak hal. Bagiku tertawa merupakan hal paling mudah untuk
dilakukan. Bahkan sekalipun aku sedang tidak ingin tertawa. Karena semakin banyak
orang yang tertawa bersamaku, seolah tak ada sisi ‘hitam’ kehidupan.
“Tertawalah, seisi dunia akan tertawa bersamamu; jangan bersedih karena kau hanya akan bersedih sendirian"
– Andrea Hirata
Pada
fase ditertawakan dan menertawakan, Keduanya seperti aksi dan reaksi. Ketika kamu
melakukan yang satu maka kamu akan mendapatkan yang satunya lagi. Atau bisa
juga disebut sebagai karma.
...
Tak
ada yang lebih sakit dari ditertawakan. Semua orang bagai raksasa dan kamu
adalah kurcaci yang sedang disiksa oleh mulut besar mereka. waktu terasa
berjalan begitu lambat dan suara mereka semakin menggema ditelingamu. Pada saat
itu kamu seolah tak berkawan. Kamu mencoba untuk lari namun mereka bagai
lingkaran tak terputus. Memang tak selamanya ditertawakan itu menyakitkan. Ada kalanya
kamu senang ketika ditertawakan. Hanya karena satu hal. Kamu senang membuat
orang lain senang. Pada awalnya hal seperti ini tak merugikanmu. Bahkan kamu
seperti dicari saat mereka sedih. Mereka memang senang tertawa bersamamu. Tapi tak
semua berfikir demikian. Tak jarang dari mereka yang menyalah artikan ‘kebaikanmu’
sebagai sesuatu yang lemah dan menyenangkan untuk dipermalukan.
Pada
saat itu, kamu mencari dimana datangnya karma. Kapan kiranya kamu bisa
menikmati saat-saat menertawakan seseorang yang sudah membuatmu ditertawakan. Sayangnya
pada saat kamu berfikir demikian, kamu lupa berfikir mungkin saja apa yang
sedang terjadi saat ini merupakan karma yang Tuhan kirim padamu. Mungkin saja
saat itu kamu tak sadar menyakiti hati seseorang karena sudah menertawakannya. Dan
ini balasannya. Bernakan?
...
Menertawakan
diri sendiri merupakan hal kedua yang paling sering aku lakukan setelah
tertawa. Pada saar-saat tertentu aku teringat pada beberapa kejadian yang
membuatku terlihat tolol. Aku merasa begitu ingin menangis dan memperbaikinya. Namun
yang timbul hanyalah tawa. Aku menertawakan diriku atas kebodohan. Ketika aku mempercayai
seseorang ternyata bukan dia orangnya, ketika keberadaanku tak lain hanyalah
pemanfaatan oleh orang lain dan ketika aku disadarkan bahwa dunia tak tertawa bersamaku
tapi mereka menertawakanku. Saat itu aku benar-benar ingin menertawakan. Bukan dengan
kesombongan melainkan dengan rasa kasihan atas diriku sendiri.
...
Tertawa,
Ditertawakan dan Menertawakan seolah diciptakan seperti segitiga. Ketika kamu
selesai pada satu ujungnya, maka kamu akan berjalan pada garis baru, dan terus
seperti itu.
The human race has one really effective weapon, and that is laughter.
- Mark Twain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar